Senin, 15 Mei 2017

Teologi Mu'tazilah

Mei 15, 2017 0 Comments
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Aliran Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khowarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “Kaum Rasionalis Islam”.
Aliran ini muncul dikota basrah (irak) pada abad ke-2H tahun 105H-110H, tepatnya pada masa pemerintahan Kholifah Abdul Malik bin Marwan dan Kalifah Hisyam bin Abdul Malik. Pelopornya Adalah seorang penduduk basrah mantan murid al-Hasan al Basri yang bernama Wail bin ‘Ata’ al-Makhyumi al-Ghozzal.
Munculnya aliran Mu’tazilah sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khowarij dan aliran Murji’ah mengenai soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut orang Khiwarij, orang mukmin yang berdoasa besar tidak dapat dikatakan mukmin lagi melainkan sudah menjadi Tahfidz. Sementara itu kaum Murji’ah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa besar itu sebagai mukmin , bukan kafir. Menghadapi kedua pendapat yang kontrofersial ini, Wasil bin ‘Ata’ yang ketika itu menjadi murid Hasan al-Basri , seorang ulama terkenal di Basrah, mendahului gurunya mengekuarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi diantara keduanya. Oleh karena diakhirat nanti tidak ada tempat diantara Surga dan Neraka maka orang itu memasukan kedalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih ringan dari siksaan orang kafir. 
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah kelahiran Teologi Mu’tazilah ?
2.      Siapa saja tokoh-tokoh Teologi Mu’tazilah ?
3.      Bagaimana pemikiran Teologi Mu’tazilah ?
4.      Bagaimana karakteristik pemikiran dan gerakan Mu’tazilah ?
5.      Apa pengaruh Teologi Mu’tazilah terhadap perkembangan pemikiran dan pergerakan dalam dunia islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Sejarah kelahiran Teologi Mu’tazilah
Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murji’ah.[1]
Berawal dari peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn ‘Ata’ serta temannya Amr ibn ‘Ubaid dan Hasan al-Basri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan al-Basri di Masjid Basrah. Ketika itu ada seseorang bertanya kepada al-Hasan di Basrah, apakah pendosa besar harus dianggap mukmin atau tidak, al-Hasan ragu atas pemikirannya. Kemudian Wasil bin ‘Ata’ mengambil kesempatan itu untuk memberikan penilaian bahwa pendosa besar bukan mukmin bukan juga kafir tetapi orang itu berada posisi pertengahan (al-munzilah bain al-munzilatain) yang merupakan salah satu lima dasar teologi Mu’tazilah. Menurut sejarah, kemudian Wasil memisahkan diri (I’tazala) dari kelompok al-Hasan dan diikuti oleh beberapa murid Hasan, termasuk Amr Ibn ‘Ubaid. Bentuk ‘pemisahan diri’ dari kalangan al-Hasan di Basrah inilah etimologi istilah Arab “Mu’tazilah” sering dihubungkan. Dan kata mu’tazilah tersebut yang diberi nama oleh al-Syahrastani.
Setelah kelahirannya, Mu’tazilah terus berkembang, yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu Mu’tazilah yang berkembang di Basrah ( Mu’tazilah Basrah ) dan di Baghdad ( Mu’tazilah Baghdad ).

2.      Tokoh-tokoh Teologi Mu’tazilah
Lahirnya Teologi Mu’tazilah tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan dalam mengutarakan pendapat-pendapatnya guna mengembangkan Teologi Mu’tazilah, diantaranya :
a.       Mu’tazilah Basrah
1)      Wasil bin ‘Ata’ (80 H – 131 H)
2)      Amr Ibn ‘Ubaid
3)      Al-Huzail Al-A’llaf (135 H - 235 H)
4)      Ibrahim Ibn Sayyar Ibn Hani al-Nazzam ( 185 H – 221 H )
5)      Amr Ibn Bahr Abu ‘Usman al-Jahiz ( w. 256 H )
6)      Abu ‘Ali Muhammad Ibn Abd al-Wahhab al-Jubba’I ( w. 295 H )
7)      Abu Hasyim ‘Abd al-Salam ( w. 321 H )
8)      Abu Musa al-Murdar ( w. 226 H )
9)      Abu ‘Ali al-Juba’I ( w. 935 H )

b.      Mu’tazilah Baghdad
1)      Mu’tamir bin Abad
2)      Bisyr Ibn Mu’tamar
3)      Abu al-Hasan Muhammad Ibn Tayyib al-Basri
4)      Al-Hasan Ibn Raja al-Dahlan
5)      Hisyam Ibn Amr al-Fuwati
6)      Abu al-Husain al-Khayyat ( w. 300 H )
7)      Summah Ibn Asyrar ( w. 213 H )

3.      Pemikiran Teologi Mu’tazilah
Mu’tazilah memiliki dasar-dasar pemikiran dalam mengembangkan alirannya, yang disebut dengan al-Usul al-Khomsah atau lima ajaran yang menjadi pegangan kaum Mu’tazilah, yaitu :[2]
a.       Al-Tauhid
At-Tauhid atau ke-Maha Esaan Tuhan yang dimaksud oleh kaum Mu’tazilah adalah dengan peniadaan sifat-sifat Tuhan, ialah memandang sebagian dari apa yang disebut golongan lain sifat, sebagai hakikat Tuhan, dan sebagian lain perbuatan-perbuatan Tuhan. Kaum Mu’tazilah membagi sifat-sifat Tuhan ke dalam dua golongan:
1)      Sifat Zatiah yang merupakan sifat-sifat hakikat Tuhan. Seperti, wujud ( al-wujud ), kekekalan dimasa lampau ( al-qidam ), hidup ( al-hayah ), kekuasaan ( al-qudrah )
2)      Sifat Fi’liah yang merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan. Seperti, kehendak ( al-iradah ), sabda ( kalam ), keadilan ( al-‘adl ), dan sebagainya.
Faham ini timbul karena keinginan mereka untuk menjaga murninya ke-Maha-Esaan Tuhan, yang dusebut tanzih dalam istilah Arab.
b.      Al-‘Adl
Al-‘Adl merupakan keinginan mensucikan Tuhan dari persamaan dengan perbuatan makhluk. Hanya Tuhanlah yang berbuat adil, Tuhan tidak bisa berbuat dzalim.

c.       Al-Wa’d wa al-Wa’id
Al-Wa’d wa al-Wa’id merupakan janji dan ancaman. Tuhan tidak akan disebut adil, jika ia tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik, dan jika tidak menghukum orang yang berbuat buruk. Keadilan menghendaki supaya orang yang bersalah diberi hukuman dan orang yang berbuat baik diberi upah, sebagaimana dijanjikan Tuhan.

d.      Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Al-Manzilah bain al-Manzilatain merupakan posisi menengah bagi berbuat dosa besar, juga erat hubungannya dengan keadilan Tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad SAW, tetapi bukanlah mu’min karena imannya tidak lagi sempurna. Karena bukan mu’min ia tidak dapat masuk surga, dank arena bukan kafir pula, ia sebenarnya tak mesti masuk neraka. Ia seharusnya ditempatkan diluar surge dan luar neraka inilah sebenarnya keadilan. Tetapi karena diakhirat tidak ada tempat selain dari surge dan neraka maka pembuat dosa besar, harus dimasukkan kedalam salah satu tempat ini. Penentuan tempat itu banyak hubungannya dengan faham Mu’tazilah tentang iman.

e.       Al-‘Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar
Al-‘Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar merupakan perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat, dianggap sebagai kewajiban bukan oleh kaum Mu’tazilah saja, tetapi juga oleh golongan umat Islam lainnya.

4.      Karakteristik pemikiran dan gerakan Teologi Mu’tazilah
Faktor-faktor pembentuk atau yang mempengaruhi pemikiran mu’tazilah sangat penting diketahui untuk melihat kesadaran akan rasionalitas yang menjadi karakter khas mu’tazilah, diantaranya:
a.       Rasionalisme religious. Dalam arti rasionalisme, bingkai wahyu atau rasionalisme yang menyesuaikan dengan wahyu
b.      Kebebasan dan tanggung jawab manusia, kebebasan ini memiliki arti bahwa Allah telah menurunkan wahyu sebagai batas koridor yang jelas bagi ruang kebebasan berkehendak bagi manusia untuk memilih mana yang baik dan buruk
c.       Sikap kritis, sejarah awal Mu’tazilah mencatat bahwa ia lahir sebagai sebuah bentuk kritik terhadap fenomena sosial politik pada masa itu
d.      Inklusif-Akomodatif (terbuka), inklusif disini memiliki arti bahwa mereka bisa menerima berbagai macam pemikiran

5.      Pengaruh Teologi Mu’tazilah terhadap perkembangan pemikiran dan pergerakan dalam dunia islam
Gertz menangkap kesan bahwa modernis Muslim Indonesia cenderung pada pandangan neo-Mu’tazilah tentang doktrin taqdir (predetermination). Dia memperlawankan antara muslim tradisional, yang menurutnya selalu menghubungkan segala sesuatu kepada kehendak Tuhan, dan modernis yang menghubungkan kekuasaan dan kegagalan dalam aspek material kepada perbuatan manusia. (Geerzt:150-152)
Kaum Modernis Indonesia mengusulkan kombinasi teologi Asy’ariyah, pendekatan kaum fundamentalis terhadap persoalan hukum dan ibadah, serta pemahaman terhadap dunia natural yang mengakar dalam tradisionalisme ilmu pengetahuan barat. Kaum modernis mengklaim tentang hanya praktik ibadah yang betul-betul bisa dihubungkan kepada Nabi Muhammad saja yang dibolehkan.
Semenjak kemerdekaan Indonesia , fokus wacana teologi Islam telah bergeser dari pelaksanaan ibadah kepada penelitian terhadap solusi Islam untuk masalah sosial, ekonomi dan politik. Ketika tumpukan persoalan barru tersebut telah menarik perhatian intelektual Muslim, maka intensitas perdebatan antara kaum modernis dan tradisional tentang pelaksanaan ibadah telah semakin berkurang. Intelektual Muslim mulai masuk pada ekonomi, politik dan sosial. Semenjak tahun 1950 sampai berdirinya pemerintahan orde baru, peran Islam dalam sistem politik Indonesia mendominasi wacana Islam, hal ini sudah menjadi wacana ideology.
Semenjak tahun 1965, pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan pembatasan peranan organisasi Islam dalam proses politik. Sangat nyata bagi kaum muslimin Indonesia bahwa pemerintah ingin menjauhkan dari bagian-bagian kesadaran Islam masyarakat Indonesia. Meskipun populasi Muslim di Indonesia yang paling banyak di dunia, namun Islam dilecehkan dalam proses pembangunan negara, dan Muslim-muslim yang taat tidak mampu bersaing dengan China,Kristen,dan minoritas lainya dibidang Ekonomi. Dalam era ideologi menuntut intelektual muslim untuk mempunyai pandangan baru tentang peran Islam dalam masyarakat Indonesia.  



BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murji’ah.
Lahirnya Teologi Mu’tazilah tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan dalam mengutarakan pendapat-pendapatnya guna mengembangkan Teologi Mu’tazilah. Tokoh-tokoh yang dibagi pada 2 bagian Mu’tazilah yaitu Mu’tazilah Basrah dan Mu’tazilah Baghdad.
Mu’tazilah memiliki dasar-dasar pemikiran dalam mengembangkan alirannya, yang disebut dengan al-Usul al-Khomsah atau lima ajaran yang menjadi pegangan kaum Mu’tazilah, yaitu At-Tauhid, Al-‘Adl , Al-Wa’d  wa al-Wa’id , Al-Manzilah bain al-Manzilatain , Al-‘Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar
Faktor-faktor pembentuk atau yang mempengaruhi pemikiran mu’tazilah sangat penting diketahui untuk melihat kesadaran akan rasionalitas yang menjadi karakter khas mu’tazilah.
Modernis Muslim Indonesia cenderung pada pandangan neo-Mu’tazilah tentang doktrin taqdir (predetermination). Dia memperlawankan antara muslim tradisional, yang menurutnya selalu menghubungkan segala sesuatu kepada kehendak Tuhan, dan modernis yang menghubungkan kekuasaan dan kegagalan dalam aspek material kepada perbuatan manusia.




[1] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986) cet 5, hlm. 38
[2] Richard C. Martin, dkk, Post Mu’tazilah, (Yogyakarta:  IRCiSoD, 2002) cet.1, hlm.63

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Akhlak Ilmu Akhlak

Mei 15, 2017 0 Comments
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
            Melacak sejarah dan perkembangan akhlak (etika) berarti melacak adat istiadat yang sudah lama dimiliki setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Bahkan, Ayatullah Makarim Asy-Syirazi menegaskan bahwa bibit-bibit pembahasan akhlak sudah muncul berbarengan dengan pertama kalinya manusia menginjakkan kaki dimuka bumi ini. Karena ketika menciptakan Adam dan menempatkannya di bumi, Allah SWT. Telah memberinya pelajaran tentang akhlak.
            Akhlak dapat dikatan sebagai perangi atau tingkah laku seseorang. Akhlak sangat penting sehingga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Akhlak juga sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk yang lainnya, sebab manusia tanpa akhlak, kehilangan derajatnya sebagai manusia yang merupakan hamba Allah paling mulia. Allah berfirman:
لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنْسَنَ فِى أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ. ثُمَّ رَدَدْنَهُ أَسْفَلَ سَفِلِيْنَ. إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصّلِحَتِ فَلَهُمْ أَجْرٌغَيْرُمَمْنُو نٍ.
Artinya: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (QS. At-Tin (95): 4-6)
            Pokok keilmuan manusia dalam ayat ini ialah iman dan amal perbuatannya. Seseorang yang berakhlak mulia, dia dapat mengetahui batas-batas baik dan buruk, sebaliknya orang yang berakhlak buruk sepenuhnya melakukan apa yang dia kehendaki.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah sejarah pertumbuhan Ilmu Akhlak ?
2.      Bagaimanakah sejarah ilmu akhlak diluar islam ?
3.      Bagaimanakah sejarah ilmu akhlak didalam islam ?


BAB II
PEMBAHASAN
1.     Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak
Sejarah ialah kejadian, peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Pertumbuhan ialah perkembangan, tumbuh terus menerus, bercabang dan hidup sepanjang waktu. Ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis merurut metode-metode tertentu yang digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Akhlak ialah budi pekerti, tingkah laku.
            Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak ialah suatu peristiwa perkembangan pengetahuan tentang budi pekerti atau tingkah laku seseorang melalui berbagai macam metode yang disusun secara sistematis dari zaman ke zaman. Sejarah ilmu akhlak yaitu sejarah yang mempelajari batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin sejak zaman Nabi Adam hingga sekarang. Sejarah ilmu akhlak ialah sejarah yang menggali tentang tingkah laku baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka dari masa ke masa.[1]
2.     Ilmu Akhlak di Luar Islam
                        Ilmu akhlak di luar islam ialah pengetahuan-pengetahuan tentang akhlak yang tidak didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits.
a.       Akhlak pada bangsa yunani
            Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada bangsa yunani terjadi setelah munculnya apa yang disebut shopis ticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450). Sebelum tahun itu di kalangan bangsa yunani tidak dijumpai pembicaraan tentang akhlak, sebab pada masa itu perhatian mereka tercurah pada penyeledikannya mengenai alam.
            Dalam membangun ilmu akhlak bangsa yunani menggunakan dasar pemikiran filsafat tentang manusia atau pemikiran tentang manusia. Ini menunjukan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat filosofis, yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara mendalam terhadap potensi kejiwaan terdapat dalam diri manusia.
b.      Akhlak Agama Nasrani
            Pada akhir abad ketiga masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu dapat mengubah pikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang tersebut dalam Taurat dan Injil. Demikian juga memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan sumber segala akhlak. Allah yang memberikan sebuah patokan yang harus dipelihara dalam segala bentuk hubungan dan menjelaskan arti baik dan arti jahat.
            Ajaran akhlak pada Agama Nasrani bersifat Teo-centris dan sufistik. Oleh karna itu ajaran akhlak yang dibawa para pendeta berdasarkan ajaran Taurat, untuk mendorong berbuat kebaikan adalah cinta dan iman kepada Tuhan.
c.       Akhlak Bangsa Romawi
            Pada abad pertengahan gereja memerangi filsafat yunani dan Romawi, serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja memiliki keyakinan bahwa kenyataan “hakika” telah diterima dari wahyu. Apa yang diperintahkan oleh wahyu tentu benar, maka tidak ada artinya lagi untuk menyelidiki tentang kenyataan (hakikat) itu.
            Ajaran akhlak yang lahir di eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari peradaban antara ajaran yunani dan Nasrani. Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan dapat dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam islam sebagaimana terlihat pemikiran akhlak yang dikemukakan kaum Mu’tazilah.[2]
d.      Akhlak Bangsa Arab
            Bangsa Arab pada zaman jahiliah, bangsa arab tidak mempunyai ahli-ahli filsafat yang mengajak pada aliran paham tertentu di kalangan bangsa yunani. Pada waktu itu bangsa arab hanya mempunyai ahli-ahli hikmah dan ahli-ahli syair yang memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong keutamaan dan menjauhkan dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka.
            Setelah sinar islam memancar, bagaikan sinar matahari menghapuskan kegelapan malam. Bangsa Arab kemudian tampil maju menjadi bangsa yang unggul di segala bidang, berkat akhlaqul karimah yang diajarkan islam. Allah menjadikan manusiadalam bentuk susunan yang baik dan memberikan jalan baik yang harus ditempuh. Allah menetapkan juga beberapa keutamaan seperti benar dan adil, menjadikan kebahagian di dunia dan kenikmatan di akhirat sebagai pahala bagi orang yang mengikutinya.
e.       Akhlak Agama Hindu
            Akhlak Hindu berdasarkan kitab Weda (1500 S), selain mengandung dasar-dasar ketuhanan juga mengajarkan prinsip-prinsip Akhlak Hindu yang wajib dipegang teguh oleh pengikut-pengikutnya. Akhlak mereka sandarkan kepada ajaran ketuhanan yang mereka anut sesuai dengan kitab Weda tersebut.
            Tanda-tanda yang dipandang baik dalam agama Hindu yaitu kemerdekaan, kesehatan, kekayaan dan kebahagiaan. Hal ini dapat dicapai jika seseorang patuh melaksanakan upacara keagamaan dengan baik dan sempurna. Prinsip akhlak Hindu ialah peraturan ajarannya dipandang sebagai sumber segalakemuliaan (akhlaqul karimah) manusia yang paling penting.
f.       Akhlak Agama Buddha
            Pokok-pokok akhlak dalam pengajaran buddha ada empat, yaitu :
1)      Sengsara, sakit sebagai keadaan yang lazim dalam malam ini;
2)      Kembali ke dalam dunia (reinkarnasi) disebabkan kotornya roh dengan nafsu syahwat terdahulu:
3)      Untuk menyelamatkan diri dalam usaha pencapaian nirwana, maka hendaklah melepaskan diri dari segala pengaruh syahwat;
4)      Wajib menjauhkan segala rintangan yang menghalangi seseorang dalam melepaskan nafsu syahwatnya, yakni dengan menanamkan segala keinginan dan kesukaan.
                        Untuk mencapai cita-cita tersebut diadakanlah satu pola akhlak yang meliputi delapan perkara, yaitu melazimi kebaikan, bersifat kasih sayang, suka menolong, mencintai orang lain, suka memaafkan orang, ringan tangan dalam kebaikan, mencabut diri sendiri dari segala kepentingan yang penting-penting, dan mogok dari hajat kalau perlu dikorbankan untuk menolong orang lain.
g.      Akhlak Bangsa Ibrani
Bangsa Ibrani yang populer dengan bani israil, mengaku bahwa berdasarkan akhlak mereka kepada ajaran yahudi yang disandarkan kepada ajaran nabi musa yang tersebut dalam kitab Taurat.
                        Mereka telah dibekali dengan prinsip-prinsip akhlak yang bersumber dari ajaran Allah melalui Rasul-rasul, dan mereka mengaku sebagai bangsa berakhlak yang berdasarkan ajaran Allah. Tetapi mereka keluar dari garis akhlaqul karimah.
h.      Akhlak Dalam Ajaran Kong FU TSE (KONFUCIUS)
                              Sejak abad ke-5 SM di Negeri Tiongkok berkembang suatu ajaran yang berakar pada Lau Tse (konfusius) 551-478 SM. Sebagaian orang memandang ajaran ini berdasarkan filsafat dan sebagian memandang bercorak Agama.
                              Menurut konfisius tidak ada alternatif lain untuk membangun akhlak selain dari tiga perkara, yaitu :
1.      Pergi menyendiri beribadah kepada tuhan seperti yang telah diperbuat oleh Lao Tse.
2.      Mengundang rakyat menghadiri pertemuan-pertemuan terbuka dan disana memberi kursus-kursus akhlak.
3.      Membawa diri sendiri, baik pemerintah maupun cendekiawan, para pembesar dan diplomat melaksanakan akhlak yang setinggi-tingginya dalam kehidupan sehari-hari.
i.        Akhlak Zaman Baru ( Barat )
Pada pertengahan akhir abad ke-15, Eropa mulai bangkit. Para imuan menghidup suburkan filsafat yunani kuno. Akal mulai di bangunkan mulai dari bangun tidurnya. Sebagian ajaran kelasik di kritik sehingga tegaklah kemerdekaan akal. Di antara ajaran yang di kritik sekaligus diselidiki adalah ajaran akhlak yang di bawa bangsa yunani dan bangsa-bangsa setelahnya. Maka timbulah reformasi pemikiran yang menonjolkan identitasnya sendiri yang di kemukakan oleh beberapa tokoh yaitu:
1.      Descartes (1596-1650)
Dari beberapa tokoh barat yang memerhatikan kajian akhlak adalah Descartes, filsuf dari Perancis. Ia telah meletakkan dasar-dasar baru bagi ilmu pengetahuan dan filsafat, diantaranya:
a.       tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan sebelum dipastikan nyata. Apa yang didasarkan pada sangkaan semata dan tumbuh dari wajib ditolak
b.      penyelidikan terhadap sesuatu harus dimulai dari yang terkecil dan yang termudah lalu mengarah pada yang lebih kompleks.
c.       Tidak boleh menetapkan kebenaran sebelum diuji terlebih dahulu.[3]
2.      Jhon of Salisbury (1120-1180)
Jhon of Salisbury terkenal dengan uraiannya yang menjelaskan bahwa kekuatan spiritual berada di atas kekuatan duniawi. Oleh karena itu, ia menjadi pendukung gereja, berbicara mewakili gereja, membela gereja, dan menyerang kekuasaan dunia dan menggambarkannya sebagai pengikut spiritual.
3.      Bentham (1748-1832) dan Stuart Mill (1806-1873)
Bentham dan Mill memindahkan paham Epicurus kedalam paham Utilitarianisme. Keduanya memindahkan paham Epicurus dari paham Egoitic Hedonisme ke dalam paham Universalistik Hedonisme. Paham keduanya tersiar luas di Eropa dan memberikan peran besar dalam pembentukan hukum dan politik.
4.      Thomas Hill Green (1836-1882) dan Herbert Spencer (1820-1903)
Green dan Spencer mengaitkan paham evolusi dengan akhlak. Diantara pemikiran akhlak Green adalah :
a.       Manusia dapat memahami suatu keadaan yang lebih baik dapat menghendaki sebab ia adalah pelaku modal
b.      Manusia dapat melakukan realisi diri karena ia adalah subjek yang sadar diri, suatu reproduksi dari kesadaran diri yang abadi.
c.       Cita-cita keadaan yang lebih baik adalah yang ideal, tujuan yang terakhir
d.      Ide menjadi pelaku bermoral dalam kehidupan manusia.
5.      Spinoza (1632-1677), Hegel (1770-1831), dan Kant (1724-1831)
Spinoza menulis karya utamanya yang berjudul Ethica guna membantu mengurangi penderitaan orang-orang yang menganut suatu keyakinan.
Kant meyakini adanya kesusilaan. Titik berat etikanya adalah rasa kewajiban ( panggilan hati nurani ) untuk melakukan sesuatu. Rasa kewajiban melakukan suatu berpangkal pada budi.
6.      Victor Causin (1792-1867) dan Augus Caunte (1798-1857)
Cousin adalah salah seorang yang bertanggung jawab menggeser filsafat Perancis dari sensasionalisme ke arah spriritualisme menurut pemikirannya sendiri. Ia mengajarkan bahwa dasar metafisika adalah pengam,atan yanghati-hati dan analisis atas fakta-fakta tentang kehidupan yang sadar.
August Comte atau juga Auguste Comte  lahir di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai “ Bapak Sosiologi “ yang dikenal sebagai orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial.
7.      Pascamil dan Sepenser
Sejak Mill dan Spencer hingga sekarang, penelitian tentang akhlak hanya menjelaskan teori-teori sebagaimana telah diutarakan dan belum ditemukan dengan teori-teori lain.
3.      Ilmu Akhlak didalam Islam
a.       Akhlak Dalam Ajaran Islam
Ilmu Akhlak dalam ajaran islam artinya adalah suatu pengetahuan yang mempelajari tentang akhlak manusia yang berdasarkan pada Al-Quran dan Hadist. Didalam ajaran akhlak islam telah ditemukan bentuk yang sempurna, dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia.
      Akhlak dalam islam merupakan jalan hidup manusia yang paling sempurna dan menuntut umatnya kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semuanya terkandung dalam firman-firman Allah SWT dan sunnah Rasul. Firman Allah SWT merupakan sumber utama yang memancarkan ajaran Islam, hukum-hukum Islam yang mengandung pengetahuan akidah, pokok-pokok akhlak dan kemuliaan manusia.[4]
Firman Allah:
قُلْ هُوَاللهُ أَحَدٌ {1} اللَّهُ الصَّمَدُ {2} لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ{3}وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًا أَحَدُ {4}
Katakanlah: “ Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. ( QS. Al-Ikhlas ( 112 ): 1-4 )
إنَّا أَخْلَصْنهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكرَى الدَّارِ {46}
Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka dengan ( menganugerahkan kepada mereka ) akhlak yang tinggi, yaitu slalu mengingatkan ( manusia ) kepada negri akhirat. ( QS. Shad (38): 46 )
      Sesungguhnya Allah tidak memaksakan suatu perintah atau mencegah dengan suatu larangan, tetapi Allah menjadikan kebaikan dunia tergantung akhlak manusia tentang keadilan, kebenaran, kejujuran dan menjadikan kerusakan dunia karena sebaliknya. Tujuan yang tertinggi dari segala tingkah laku manusia menurut pandangan Islam adalah mendapatkan ridha Allah SWT.
      Ada beberapa ahli pikir Islam terkemuka yang giat menyuarakan akhlak islam. Diantaranya:
1)      Ahmad bin Muhammad bin Ya’kub ( Ibnu Maskawaih 176-241 H)
2)      Ikhwanusshafa ( 922-1012 M )
3)      Imam Al-Ghazali ( 1058-1111M )
4)      Al-Farabi ( 879-950 M)
5)      Ibnu Bayah ( 880-975 M)
b.      Akhlak sebelum islam
Akhlak sebelum islam berarti akhlak yang dimiliki orang pada masa djahiliyah,yaitu zaman kebodohan sebelum islam lahir. Zaman djahiliyah bangsa arab merupakan penduduk yang menyembah berhala dan hanya beberapa tempat sajayang beragam yahudi dan Kristen.
Pada masa ini keadaan akhlak manusia kebanyakan sangat menyedihkan sekali. Mereka hidup tanpa mengenal allah. Mereka hanya mempercayai dan menyembah berhala,menyembah matahari,menyembah bulan,dan menyembah bintang. Selain itu,mereka juga menyembah pecahan-pecahan batu,kayu,dan onggokan pasir. Dan ada beberapa perilaku djahiliah yang dibenci oleh rasulullah,diantaranya :
1)      Berdoa meminta kepada orang yang dianggap saleh.
2)      Mengikuti orang-orang berilmu yang fasip dan ahli beribadah yang sesat lagi jahil.
3)      Percaya sepenuh hati terhadap sihir khurafat.
4)      Menyucikan makhluk seperti layaknya sang khalik.
5)      Munafik dalam akidah.
6)      Menyeru kepada kesesatan.
c.       Akhlak Setelah Islam
Islam datang mengajak manusaia pada kepercayaan bahwa Allah SWT adalah sumber segala sesuatu diseluruh alam. Semua yang ada didunia berasal dari-Nya dan dengan kekuasaan-Nya lah alam dapat berjalan secara beraturan.

Allah SWT berfirman:
 اِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَاِيْتَائِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِوَالمُنْكَرِوَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ  
( النحل : 90 )
Artinya :
“ Sesungguhnya Allah menyeru ( kamu ) berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi bantuan kepada kerabat, dan dia melarang( melakukan ) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” ( Q.S. An-Nahl : 90 )

     Didalam agama islam tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah panutan dalam bidang akhlak. Bahkan keterutusannya kemuka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak.
        Akan tetapi selain itu berikut adalah tokoh-tokoh yang menggagas atau menulis ilmu akhlak dalam Islam dan masih terus diperbincangkan, yaitu :
1)      Ali bin Abi Thalib
2)      Isma’il bin Mahran Abu An-Nashr
3)      Ja’far bin Ahmad AL-Qummi
4)      Ar-Razi
5)      Ali bin Ahmad Al-Kufi
6)      Ibnu MAskawih
7)      Warram bin Abi Al-Fawaris
8)      Syekh Nashir Ath-Thusi[5]
d.      Akhlak dari zaman kezaman.
Ilmu akhlak dari zaman kezaman ialah ilmu akhlak yang mempelajari akhlak berdasarkan waktu kewaktu yaitu dari zaman nabi adam hingga abad modern ini. Tiap-tiap zaman akhlaknya selalu berubah-ubah sesuai dengan keadaan sebagai berikut:
1)      Pemerintahannya;
2)      Agama dan keyakinannya;
3)      Ilmunya;
4)      Kebudayaannya;
5)      Tempatnya (negaranya);
6)      Tempat tinggalnya;
7)      Harta bendanya;
8)      Keluarganya;
9)      Kedudukannya;
10)  Keberaniannya;
Pengaruh-pengaruh tersebut terus berkembang sampai akhir zaman (kiamat).



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak merupakan peristiwa perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku seseorang melalui berbagai macam metode yang tersusun secara sistematis. Akhlak di luar Islam berarti ilmu akhlak yang tidak berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist. Sedangkan ilmu akhlak di dalam Islam adalah akhlak manusia yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, yang sudah disampaikan oleh Nabi kepada umatnya.
Akhlak sebelum islam ialah akhlak pada masa jahiliyah, dimana akhlak pada zaman itu belum mengenal Sang Pencipta. Mereka belum mempercayai Allah, sehingga mereka menyembah bintang, bulan, matahari, patung, dan segala hal yang dianggap sakti guna memohon segala pertolongan.
Akhlak dari zaman ke zaman merupakan akhlak dari waktu ke waktu. Keadaan akhlak dari zaman ke zaman yang semakin sulit ditebak karena sesuai dengan kenyataan yang ada. Keadaan zaman jahiliah yang masih dipercayai hingga saat ini seperti ramalan, dukun, dll. Begitu pula dengan berkembangnya teknologi pada zaman modern yang membuat akhlak semakin berbeda-beda. Teknologi yang baik dapat mengarahkan kearah yang baik begitu juga sebaliknya. Salah satu diantaranya factor menurunnya akhlak adalah karena mereka hanya mementingkan kebahagiaan dunia tanpa diimbangi dengan kebahagiaan akhirat.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Yatimin. Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah. 2007
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010




[1]  Abdullah M. Yatimin, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur’an. ( Jakarta: Amzah, 2007) cet 1, hlm. 236
[2] Abdullah M. Yatimin, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur’an. ( Jakarta: Amzah, 2007) cet 1, hlm. 240
[3] Anwar Rosihon, Akhlak Tasawuf.( Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. 10,  hlm.60
[4] Abdullah M. Yatimin, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur’an. ( Jakarta: Amzah, 2007) cet 1, hlm. 245
[5] Anwar Rosihon, Akhlak Tasawuf.( Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. 10,  hlm.58-60

TUGAS-TUGAS PENYULUH DALAM PROSES KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang         Di era sekarang ini, pembangunan disegala bidang sedang giat-giatnya dilaksanak...