Senin, 05 Juni 2017

TUGAS-TUGAS PENYULUH DALAM PROSES KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Juni 05, 2017 0 Comments


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
        Di era sekarang ini, pembangunan disegala bidang sedang giat-giatnya dilaksanakan mulai dari perkotaan hingga ketingkat pedesaan. Puluhan juta bahkan ratusan juta dana dikucurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau ke kelompok-kelompok masyarakat daerah untuk menunjang keberhasilan pembangunan di daerah tersebut.
        Demi keberhaslian pembangunan tersebut maka peran serta masyarakat dalam menentukan arah pembangunan sangatlah penting agar tujuan dari pembangunan tersebut bisa mencapai sasaran, yaitu bidang-bidang pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat setempat.                                                                                                                                                                            
        Untuk itu diperlukan suatu komunikasi antara pemerintah sebagai pihak yang hendak membangun dengan masyarakat sebagai sasaran dari pembangunan tersebut, sehingga pembangunan yang dijalankan bisa betul-betul sesuai dengan apa yang diharapkan. Keberhasilan pembangunan tidak lepas dari adanya komunikasi pembangunan. Komunikasi memiliki peran yang sangat penting, sebagai contoh suatu kelompok perlu mengkomunikasikan tentang kebutuhan pupuk anggotanya kepada pemerintah sehingga pemerintah bisa memberikan pupuk sesuai dengan kebutuhan kelompok tani tersebut.
     Pada setiap penyampaian komunikasi diperlukan komunikator yang memiliki tugas-tugas yang harus dikerjakannya. Tinjauan ini diharapkan agar dapat memudahkan pembaca  untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugas penyuluh dalam proses komunikasi pembangunan.
B.    Rumusan Masalah
        1. Siapakah yang dimaksud dengan petugas penyuluhan agama?
        2. Apa yang dimaksud dengan inovasi?
        3. Apa saja tugas-tugas strategis agen penyuluhan?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Menjelaskan Petugas Penyuluhan Agama
        Petugas penyuluhan agama adalah seseorang yang melaksanakan tugas memberikan penyuluhan kepada khalayak di tempat-tempat pengajian, majelis ta’lim, organisasi keagamaan dan di tempat lainnya yang biasanya dilakukan secara tatap muka atau “face to face communication” dan berhadapan langsung dengan khalayak atau jama’ah. Dalam pengertian ini maka “media” yang digunakan untuk memberikan penyuluhan adalah media tatap muka.
       Dalam proses komunikasi ini, kedudukan petugas penyuluhan agama adalah berperan sebagai komunikator atau nara sumber atau mubaligh. Komunikator/ mubaligh adalah orang yang memprakarsai kegiatan komunikasi agama dan pembangunan. Dengan Bahasa yang sederhana, komunikator adalah seseorang menyampaikan pesan atau menyebarluaskan informasi agama dan pembangunan.
       Dalam konteks komunikasi pembangunan dengan bahasa agama bahwa fungsi komunikator dilakukan oleh “agent of social change atau agen perubahan”. Orang-orang yang termasuk dalam agen perubahan tersebut adalah petugas penyuluhan agama yang mempunyai tugas menyebar luaskan ajaran agama, inovasi atau informasi pembangunan dengan bahasa agama dalam proses difusi inovasi[1].
       Membicarakan tentang peran agen perubahan dalam penyebaran/ difusi inovasi/ informasi, berarti kita membahas tentang tugas-tugas apa yang dilakukan oleh petugas penyuluhan dalam usaha mempengaruhi proses keputusan inovasi pembangunan.
B.   Inovasi Pembangunan dalam Kegiatan Penyuluhan Agama
       Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi (bagi orang itu). “Baru” dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali. Penerimaan atau penolakan sesuatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, jika ia menerima (mengadopsi) inovasi, berarti dia mulai menggunakan ide baru, praktik baru atau barang baru. Ini berarti menghentikan penggunaan ide-ide lama dan digantikan oleh inovasi itu.
       Adapun beberapa tipe keputusan inovasi menurut Suprapto[2] yaitu:
1.         Keputusan opsional, yakni keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan- keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.
2.         Keputusan kolektif, yakni keputusan yang dibuat oleh individu-individu yang ada dalam sistem sosial melalui consensus.
3.         Keputusan otorita, yakni keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan dalam organisasi formal.
       Tersebarnya inovasi itu dalam suatu sistem sosial dapat melalui ketiga keputusan inovasi yang tersebut diatas.     
       Dalam kaitan ini, agen pembaharu (penyuluh) memiliki peranan di dalam proses pengambilan keputusan inovasi tersebut. Adapun paradigma proses keputusan inovasi menurut Roegers dan Shoemaker (1971) sebagaimana dikutip oleh Suprapto[3] terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu:
1.        Pengenalan, dimana seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaimana inovasi itu berfungsi.
2.        Persuasi, dimana seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi.
3.        Keputusan, dimana seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemikiran untuk menemukan (mengadopsi) atau menolak inovasi.
4.        Konfirmasi, dimana seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi yang dibuatnya. Pada tahap ini mungkin tegas seseorang merubah keputusannya jika ia memperoleh informasi yang bertentangan.
       Untuk lebih meyakinkan seseorang di dalam mengambil keputusan sikapnya terhadap inovasi sehingga ia mau merubah sikap sesuai dengan keyakinannya itu, maka dalam posisi ini penyuluhan akan memegang peranan penting. Melalui penyuluhan ini diharapkan dapat menggerakkan minat atau keinginannya terhadap inovasi, dengan proses ini maka perubahan perilaku diharapkan akan terjadi sebelumnya, pada tahap awal telah dikondisikan oleh kegiatan penyuluhan.
C.    Tugas-tugas Strategis Agen Penyuluhan
        Ada beberapa tugas penyuluh sebagai agen perubahan di dalam mendiseminasikan informasi/ inovasi kepada khalayak sebagai berikut:
1.     Menyadarkan masyarakat tentang pentingnya perubahan hidup yang lebih baik.
        Sebagai langkah awal seorang petugas penyuluhan perlu membantu khalayak menyadari bahwa mereka membutuhkan perubahan tingkah laku khususnya bagi masyarakat yang belum tahu. Adapun ciri dari masyarakat ini adalah rendahnya tentang pemahaman perencanaan, aspirasi, tingginya sikap pasrah, percaya kepada nasib, dan rendahnya dorongan untuk motivasi berprestasi.
         Dalam hal ini petugas penyuluhan bertindak sebagai katalisator (pembuka kran) bagi kebutuhan khalayaknya. Dalam memulai proses perubahan, seorang petugas penyuluhan dapat mengemukakan berbagai alternatif baru untuk mengatasi problem yang ada dengan cara konsultatif dan persuasif, membina keakraba dengan khalayak, mengubah sikap khalayak dan bergantung pada agen pembaharu dan percaya pada kemampuan dirinya sendiri.
2.      Membuat keputusan kolektif
         Proses keputusan inovasi kolektif adalah proses pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak inovasi yang dilakukan oleh individu-individu dalam sistem sosial secara kolektif, yang dimulai dengan tahap stimulasi dan diakhiri dengan tindakan seluruh anggota sistem dalam menerima atau menolak inovasi.
         Penyuluh bertindak sebagai stimulator dan mungkin inisiator dalam keputusan inovasi secara kolektif. Dalam hubungan ini penyuluh harus memiliki kualifikasi yang mengagumkan untuk dapat menstimulasi dan mengajukan usulan-usulan mengenai inovasi kolektif. Hubungan sosial yang luas dan penguasanya dalam bidang teknis (yang berkenan dengan inovasi) memberikan dasar yang kuat untuk mengundang perhatian para pemuka sistem sosial terhadap pemasyarakatan ide-ide baru. Seandainya penyuluh tidak bertindak sebagai stimulator, ia dapat memberikan nasihat-nasihat yang berguna agar proses keputusan berjalan lancar.
3.       Membuat keputusan otoritas
          Keputusan inovasi otoritas adalah proses pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak inovasi yang kebanyakan terjadi dalam organisasi formal. Di dalam proses ini pengambilan keputusan ada di tangan pihak atasan pemegang kekuasaan di dalam organisasi, yang disebut turut pengambilan keputusan. Penyuluh memberikan pengaruhnya secara informal dan tidak langsung melalui kotak-kotak resmi atau tidak resmi dengan orang yang menempati posisi sebagai unit pengambilan keputusan dalam organisasi formal[4].



BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
       Petugas penyuluhan agama adalah seseorang yang melaksanakan tugas memberikan penyuluhan kepada khalayak di tempat-tempat pengajian, majelis ta’lim, organisasi keagamaan dan di tempat lainnya yang biasanya dilakukan secara tatap muka dan berhadapan langsung dengan jama’ah.
       Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya.
       Tugas-tugas strategis agen penyuluhan adalah menyadarkan masyarakat tentang pentingnya perubahan hidup yang lebih baik, membuat keputusan kolektif, dan membuat keputusan otoritas.









DAFTAR PUSTAKA

Suprapto, Tommy dan Fahriannor. 2004. Komunikasi Penyuluhan dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.






[1] Suprapto, Tommy dan Fahriannor, Komunikasi Penyuluhan dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2004), hal: 97
[2] Suprapto, Tommy dan Fahriannor, Komunikasi Penyuluhan dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2004), hal: 98
[3] Ibid, hal: 99

SEJARAH ANTROPOLOGI

Juni 05, 2017 2 Comments


SEJARAH ANTROPOLOGI

            Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan masa kini, ilmu yang menggambarkan manusia dengan ilmu hayati  ( alam ), ilmu sosial, dan humaniora. Ilmu Antropologi berasal dari kata Yunani yaitu “ anthropos “ yang berarti manusia dan “ logos “ yang berarti berakal. Secara bahasa Ilmu Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia.
            Antropologi bertujuan untuk mengapresiasikan manusia sebagai homo sapiens dan makhluk sosial. Antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberi arti dan fakta sejarah manusia sejak awal kemunculannya. Didalam ilmu antropologi juga menjelaskan tentang “ cross cultural “ yaitu ilmu yang menjelaskan perbedaan kelompok-kelompok manusia, mulai dari bahasa, adat istiadat, budaya, pandangan hidup, dan perilaku sosial.
            Antropologi dengan orientasi yang holistik dibagi menjadi empat cabang ilmu, yaitu antropologi biologi, antropologi sosial budaya, arkeologi dan linguistik. Setiap cabang ilmu tersebut memiliki penekanan-penekanan ilmu yang berbeda beda dalam konsentrasi akademik dan penelitian – penelitian ilmiah, meskipun keempat cabang ilmu tersebut memiliki konsentrasi yang berbeda beda akan tetapi saling berkaitan satu ilmu dengan lainnya.
            Menurut sejarah Ilmu Antropologi berkembang melalui beberapa fase, yaitu fase pertama ( sebelum 1800 ), fase kedua ( tahun 1800/ kira-kira abad ke-19 ), fase ketiga ( awal abad ke-20 ), dan fase keempat ( setelah tahun 1930-an ).
1.      Fase Pertama ( sebelum 1800 )
Lahirnya Ilmu Antropologi berawal dari ketertarikan orang-orang eropa akan budaya etnis, ciri fisik, dan adat istiadat lain yang berbeda dari masyarakat yang dikenal oleh eropa.
Pada akhir abad ke-15 hingga permulaan abad ke-16 bangsa Eropa mulai menjelajahi beberapa benua didunia, diantaranya Asia, Afrika, Australia, dan Amerika. Dalam perjalanannya bangsa Eropa mulai menemukan hal-hal baru, tentang suku-suku yang berbeda yang belum pernah mereka temui sebelumnya. DIsepanjang perjalanan mereka mencatat segala hal yang telah mereka temui. Mereka mencatat segala hal yang berhubungan dengan suku tersebut, seperti adat istiadat, bahasa, susunan masyarakat, dan ciri fisik suku tersebut. Melalui buku harian atau jurnal yang telah mereka gunakan untuk mencatat apa yang telah mereka temui, bersamaan dengan itu mulai terkumpul tulisan tulisan tangan para pelaut, penyiar agama, dan musafir. Tulisan tersebu disebut “ etnografi “ dari kata ethos yang artinya bangsa, pada saat itu tulisan tersebut sangat menarik bagi bangsa Eropa, akan tetapi terkadang deskripsi yang dijelaskan masih kurang jelas atau kabur.

2.      Fase Kedua ( tahun 1800/ kira-kira abad ke-19 )
Pada permulaan abad ke-19 perhatian pengetahuan tentang ciri fisik, adat istiadat dan masyarakat bangsa-bangsa lain diluar Eropa, menimbulkan usaha-usaha dari dunia ilmiah untuk mengintegrasikan seluruh pengetahuan etnografi menjadi satu.
Integrasi yang benar-benar baru timbul pada pertengahan abad ke-19, pada fase ini bahan-bahan etnografi telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan evolusi pemikiran masyarakat dan kebudayaan yang berevolusi dalam jangka waktu lama. Mereka menganggap bahwa semua bentuk masyarakat dan bangsa-bangsa diluar eropa adalah primitive.
Pada fase ini perkembangan Ilmu Antropologi berupa suatu Ilmu Akademis yang bertujuan mengetahui dan memahami tingkat-tingkat masyarakat dalam sejarah perkembangan dan penyebaran kebudayaan manusia.

3.      Fase Ketiga ( awal abad ke-20 )
Pada permulaan abad ke-20, Negara-negara di Eropa mulai mencapai kekuasaanya di daerah-daerah jajahan diluar Eropa, dengan mulai membangun koloni-koloni. Pada fase ini Eropa mulai berhadapan lansung dengan bangsa-bangsa terjajah diluar Eropa, akan tetapi mereka mulai mendapatkan pemberontakan-pemberontakan dan cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lainnya. Oleh karena itu mempelajari bangsa-bangsa lain menjadi sangatlah penting, dan pada saat itu Eropa mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa diluar Eropa, dari segi budaya, kebiasaan dan lainnya.
Dalam fase ini Ilmu Antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis yang bertujuan mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa diluar Eropa guna kepentingan colonial dan mendapatkan suatu pengertian masyarakat masa kini yang kompleks.

4.      Fase Keempat ( setelah tahun 1930-an )
Pada fase ini Ilmu Antropologi berkembang sangat pesat, kebudayaan bangsa-bangsa asli diluar Eropa mulai terhapus karena adanya kebudayaan Eropa yang mempengaruhinya. Pada saat itu terjadi beberapa perubahan pada dunia diantaranya adanya Perang Dunia II dan hilangnya bangsa-bangsa primitive.
Pada saat Perang Dunia II berlangsung menimbulakn kehancuran total pada beberapa negara, kehancuran tersebut diantaranya timbul kemiskinan, kesenjangan sosial dan kesengsaraan yang tak berujung. Dan bersama saat itu mulai timbulnya nasionalisme negara-negara yang terjajah oleh Eropa untuk keluar dari penjajahan.
Pada fase ini bukan berarti fase pertama, kedua dan ketiga terbuang begitu saja, akan tetapi digunakan sebagai landasan perkembangan baru yang dilakukan para tokoh ahli dalam suatu symposium untuk meninjau dan merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup dari Ilmu Antropologi yang baru itu.
Proses perubahan tersebut menyebabkan penelian para ahli antropologi bukan hanya mempelajari negara-negara diluar Eropa akan tetapi juga mempelajari dan memahami manusia didaerah pedesaan di Eropa seperti suku Soami, Falm, Lapp, dan lainnya.
Di fase keempat ini tujuannya dapat dibagi menjadi dua yaitu tujuan akademis dan tujuan praktis. Tujuan akademisnya yaitu  mencapai pengertian manusia pada umumnya dengan mempelajari keragaman bentuk fisiknya, masyarakat serta kebudayaannya. Dan tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.


DINAMIKA BUDAYA

Juni 05, 2017 0 Comments



DINAMIKA BUDAYA
1.      Evolusi Kebudayaan

Evolusi Kebudayaan, dapat didefinisikan sebagai perubahan atau perkembangan kebudayaan, seperti perkembangan dari bentuk kebudayaan yang sederhana menjadi kompleks. Biasanya, perubahan tersebut bersifat lambat-laun. Evolusionalisme yang berarti cara pandang yang membuat perubahan lambat-laun menjadi lebih baik atau lebih maju dari sederhana menjadi kompleks adalah paradigma yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut. Evolusionalisme tersebut menjadi awal  untuk pembentukan sebagai paradigm dalam antropologi. Perubahan-perubahan besar pada abad ke-19 yang lalu telah menjadi perhatian para ahli antropologi dalam budaya arti umum, dan sekarang menjadi perhatian khusus dari subilmu dalam antropologi, yaitu ilmu prehistori.

2.      Diffusi Kebudayaan

Diffusi ( penyebaran ) adalah suatu proses menyebarnya unsur-unsur kebudayaan dari satu kelompok ke kelompok lainnya, atau yang diartikan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah penyebaran unsur kebudayaan dari satu pihak ke pihak lainnya. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat terjadi juga tanpa ada perpindahan kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari satu tempat ke tempat lainnya, tetapi karena adanya individu-individu tertentu yang membawa unsusr-unsur kebudayaan itu ke berbagai wilayah lainnya.
Bentuk penyebaran yang menjadi perhatian para antropolog diantaranya:
a.       Symbiotic   : pertemuan antar individu dari satu masyarakat dan individu dari masyarakat lainnya tanpa mengubah kebudayaan masing-masing. Contohnya seperti pada proses barter yang terjadi antara suku pedalaman Kongo dan orang suku pedalaman Togo di Afrika.
b.      Penetration Pasifique        : pemasukan secara damai, yang dimaksudkan adalah unsur-unsur kebudayaan asing yang dibawa oleh para pedagang masuk kedalam kebudayaan penerima dengan tidak sengaja dan tanpa paksaan.
                    Pemasukan secara damai, tentu saja juga ada pada bentuk hubungan yang disebabkan karena usaha dari para penyiar agama, akan tetapi bedanya dengan Penetration Pasifique adalah adanya unsur kesengajaan dalam penyiaran agama.
c.       Penetration Violente         : pemasukan secara tidak damai, yang dimaksudkan adalah unsur-unsur kebudayaan yang dimasukkan ke kebudayaan penerima dengan paksaan. Bentuk hubungan ini disebabkan karena adanya peperangan  dan serangan penaklukan.

Pada zaman modern seperti saat ini, difusi unsur-unsur kebudayaan yang timbul pada satu tempat di muka bumi berlangsung sangat cepat. Dan sering kali tanpa kontak nyata antara individu-individu. Ini disebabkan karena alat-alat penyiaran yang berkembang sangat efektif, sperti surat kabar, majalah, buku, radio, film, televise, sosial media, dan lain-lain.

3.      Discovery
            Suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seroang individu, atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyrakat yang bersangkutan. Biasanya penemuan ini ditemukan dengan cara ketidaksengajaan.

4.      Invention
            Suatu penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial yang panjang melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention. Discovery akan menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menetapkan penemuan baru tersebut. Proses dari discovery hingga ke invention sering memerlukan bukan hanya seorang individu ( penciptanya saja ), akan tetapi suatu rangkaian yang terdiri dari beberapa orang pencipta, karena penemuan ini biasanya dengan cara diteliti terlebih dahulu oleh para penciptanya. Hal tersebut dilakukan agar penemuan tersebut dapat diterima dan diakui oleh masyarakat.

5.      Innovation ( inovasi )
            Innovation ( inovasi ) adalah proses sosial budaya yang menerima unsur-unsur kebudayaan baru dan mengesampingkan cara-cara lama yang telah melembaga. Dalam proses inovasi tersebut diantaranya proses pembaruan teknologi, ekonimi, dan lanjutannya. Di dalam inovasi para individu bersifat aktif. Karena kegiatan dan usaha individu tersebut, maka inovasi merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang lebih cepat (artinya lebih cepat kelihatan disbanding dengan proses evolusi kebudayaan).

6.      Akulturasi ( percampuran )
            Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact, memiliki berbagai arti dari para sarjana antropologi akan tetapi keseluruhan memiliki arti sepaham bahwa akulturasi adalah proses sosial yang timbul jika sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur asing. Yang mengakibatkan, unsur-unsur asing lambat-laun akan akan diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri (asli) tanpa menyebabkan hilangnya kepribdaian kebudayaan asli tersebut.

7.      Asimilasi ( pembauran )
            Asimilasi merupakan proses perubahan kebudayaan secara total akibat membaurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri kebudayaan yang asli atau lama tidak nampak lagi. Asimilasi timbul bila ada :
a.        Golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda
b.      Saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama
c.       Sehingga, kebudayaan golongan masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan berubah menjadi wujudnya unsur kebudayaan campuran.
                        Faktor pendorong asimilasi adalah toleransi, simpati, adanya sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di dlam masyarakat, adanya perkawinan campuran, dan adanya persamaan unsur-unsur kebudayaan yang terdapat dalam setiap kebudayaan menyebabkan masyarakat pendukungnya merasa lebih dekat satu dengan yang lainnya.

TUGAS-TUGAS PENYULUH DALAM PROSES KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang         Di era sekarang ini, pembangunan disegala bidang sedang giat-giatnya dilaksanak...