BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap bangsa pasti bercita-cita
untuk memiliki ideologi sebagai landasan dasar negara tersebut. Begitu juga
bangsa Indonesia yang memiliki keinginan untuk merumuskan landasan dasar
negara.
Telah dicantumkan dalam UUD 1945
bahwa landasan dasar negara adalah Pancasila. Didalam perumusannya bukanlah
dengan langkah-langkah yang mudah. Banyak usul pendapat dan pertimbangan yang
disampaikan guna dapat memajukan bangsa Indonesia.
Dalam perumusan susunan pancasila
telah dipikirkan juga nilai-nilai dan norma yang terkandung didalamnya, guna
tercapainya tujuan bangsa Indonesia dan
dapat diselaraskan dengan rakyatnya
Bangsa Indonesia merumuskan sila
kedua yang bertujuan untuk motivasi dijunjungnya hak dan kewajiban manusia
sebagai warga negaranya, menegakkan keadilan, juga guna memperbaiki tata adab
bagi setiap manusianya. Kelima sila yang telah dirumuskan memiliki keterkaitan
satu sama lain. Oleh karena itu, setiap sila memiliki hubungan yang saling
mempengaruhi.
Didalam makalah ini, kami akan membahas mengenai hal-hal yang
menyangkut dengan sejarah perumusan sila pancasila, yang khususnya pada sila
kedua yang berbunyi “ Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
sejarah perumusan sila kedua Pancasila ?
2.
Apa
saja nilai-nilai yang terkandung dalam sila kedua ?
3.
Apa
saja norma-norma dasar dari sila kedua ?
4.
Bagaimana
contoh-contoh kasus yang sesuai atau melanggar sila kedua ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sejarah perumusan sila kedua pancasila
Pancasila
sebagai landasan dasar negara, memiliki sejarah panjang dan pengertian yang
luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, dan pandangan hidup bangsa
sebagai ideologi bangsa dan negara, juga sebagai kepribadian bangsa.
Secara etimologis istilah “Pancasila”
berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat
biasa adalah Prakerta. Jadi secara harfiah, “Pancasila” dapat diartikan sebagai
“lima dasar”. Menurut Muhammad Yamin Pancasila berasal dari kitab Sutasoma
karangan Mpu Tantular yang berarti “ berbatu sendi yang lima “ atau “
pelaksanaan kesusilaan yang lima “.[1]
Proses perumusan Pancasila mula-mula
pada saat Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Maka dibentuklah BPUPKI (
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) yang berfungsi
merumuskan calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. BPUPKI
diketuai oleh dr. Radjiman Widyodiningrat. Pada sidang pertama terdapat tiga
tokoh yang menyumbangkan usulnya atas lima asas dasar negara, diantaranya
yaitu:
a.
Ir.
Soekarno ( 1 Juni 1945 )
1)
Nasionalisme
atau Kebangsaan Indonesia
2)
Internasionalisme
atau Peri Kemanusiaan
3)
Mufakat
atau Demokrasi
4)
Kesejahteraan
Sosial
5)
Ketuhanan
yang Berkebudayaan
b.
Muhammad
Yamin ( 29 Mei 1945 ) secara lisan
1)
Peri
Kebangsaan
2)
Peri
Kemanusiaan
3)
Peri
Ketuhanan
4)
Peri
Kerakyatan
5)
Kesejahteraan
Rakyat
Secara tertulis
:
1)
Ketuhanan
Yang Maha Esa
2)
Persatuan
Indonesia
3)
Rasa
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4)
Kerakyatan
Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
5)
Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
c.
Mr.
Soepomo ( 31 Mei 1945 )
1)
Paham
Negara Persatuan
2)
Perhubungan
Negara dan Agama
3)
Sistem
Badan Permusyawaratan
4)
Sosialisme
Negara
5)
Hubungan
Antarbangsa
Sampai akhir sidang BPUPKI yang
pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar
negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah “
Panitia Sembilan “ guna mendiskusikan berbagai masukan dari konsep-konsep yang
telah disampaikan oleh anggota BPUPKI sebelumnya.
Pada tanggal 22 Juni 1945,
dibentuklah panitia kecil yang mengadakan rapat dengan panitia BPUPKI dan
menghasilkan Piagam Jakarta ( Jakarta Charter ). Yang menghasilkan
rumusan dasar negara Republik Indonesia setelah mengalami beberapa perubahan
dalam dasar yang pertama, yaitu:
1)
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2)
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3)
Persatuan Indonesia
4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat dalam permusyawaratan/
perwakilan
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada sidang PPKI I,
yaitu pada 18 Agustus 1945, Muhammad Hatta mengusulkan untuk mengubah sila
pertama menjadi “ Ketuhanan yang Maha Esa “ yang telah dikonsultasikan kepada
empat orang tokoh islam, yaitu Kasman Singodimejo, Wahid Hasyim, Ki Bagus
Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan. Diubahnya sila pertama guna demi persatuan dan
kesatuan bangsa. Pada waktu tersebut telah berhasil mengesahkan UUD 1945, yang
didalamnya tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut:
1)
Ketuhanan yang Maha Esa
2)
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3)
Persatuan Indonesia
4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat dalam permusyawaratan/
perwakilan
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah disahkannya Pancasila dan UUD
1945, ada bermacam-macam rumusan pancasila lainnya. Akan tetapi, rumusan
pancasilam yang dianggap sah dan benar adalah yang telah tercantum pada
pembukaan UUD 1945. Hal ini kemudian diperkuat dengan ketetapan
No.XX/MPRS/1996, dan Inpres No.12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa
pengucapan, pancasila dan rumusan Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia
yang sah dan benar adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.[2]
2.
Nilai-nilai dasar sila kedua
Makna sila ke dua tentang kemanusian yang adil dan beradab
a.
Kemanusian
(manusia)
Istilah kemanusian berasal dari kata
manusia, yaitu makhluk Tuhan yang mempunyai potensi akal, rasa, karsa dan iman.
Oleh karna itu manusia memiliki martabat yang paling mulia di antara
makhluk-makhluk lainnya. Dengan potensinya manusia mampu mengembangkan dirinya
menjadi manusia yang berbudaya, menyadari nilai-nilai, serta mengenal dan
memegang teguh norma-norma atau kaidah-kaidah.
b.
Adil
Dalam kata adil mengandung makna bahwa
suatu keputusan dan tindakan didasarkan pada norma-norma objektif, dan tidak
sewenan-wenangnya.
c.
Beradab
Beradab berasal dari kata “adab” yang
berarti budaya. Beradab artinya berbudaya. Berbudaya adalah sikap hidup,
keputusan dan tindakan selalu didasarkan kepada nilai-nilai budaya, baik
norma-norma sosial, norma-norma kesusilaan maupun moral. Dengan kata lain,
beradab berarti pula sikap hidup berdasar nilai-nilai moralitas pada khususnya
dan kebudayaan pada umumnya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ke
Dua
1)
Pada
hakikatnya kedudukan manusia itu sama dan sederajat. Oleh karena itu harus
terjalin sikap saling mencintai, tenggang rasa tepo seliro dan tidak
sewenang-wennang kepada orang lain. Selain itu harus dikembangkan kehidupan
yang saling hormat-menghormati dan bekerja sama, berani membela kebenaran dan
keadilan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, baik dalam lingkup nasional maupun mondial.
2)
Manusia
sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dan mulia tidak boleh semena-mena
terhadap sesama dan alam lingkungannya. Sikap dan tindakan yang sewenang-wenang
terhadap sesamanya dan alam lingkungannya akan mengakibatkan terganggunya
keseimbangan ekologi yang nantinya akan merugikan manusia itu sendiri. Oleh
karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk memelihara kelestarian alam,
karena sebagian besar keperluan hidup manusia dicukupi olehnya. Atas dasar itu,
hidup berdampingan secara harmonis antara manusia dengan alam wajib dibina dan
dikembangkan.
3)
Setiap
manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sikap dan kehendaknya. Namun
demikian, kebebasan itu tidak bersifat mutlak. Kebebasan dibatasi oleh tanggung
jawab terhadap sesama manusia, terhadap masyarakat, terhadap negara dan
terhadap Tuhan.
4)
Setiap
orang harus dibebaskan dari segala bentuk penjajahan, penindasan, perkosaan,
kesewenang-wenangan, penghinaan, ketakutan kesengsaraan, kekhawatiran dan lain
sebagainya.
5)
Tuhan
menciptakan manusia terdiri atas berbagai suku bangsa dan warna kulit dan
perbedaan-perbedaan lainnya. Namun demikian, semuanya itu diciptakan oleh Tuhan
dari satu nenek moyang, Adam dan Hawa. Oleh karena itu adalah tidak wajar
apabila ada perlakukan diskriminatif yang dilakukan oleh seseorang terhadap
yang lainnya, atau oleh suatu bangsa terhadap bangsa yang lainnya. Sesuai
dengan prinsip-prinsip itu, maka indonesia mati penjajahan dalam segala bentuk
dan manifestasinya.
6)
Persamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan diperlakukan terhadap sesama warga
negara indonesia tanpa pandang bulu.
7)
Hak
atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan adalah jaminan yang diberikan oleh
negara terhadap setiap warga negara.
8)
Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya dijamin sepenuhnya oleh negara dalam batas-batas legalitas yang
diberikan oleh undang-undang.
9)
Kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan untuk beribadah menurut agamanya
masing-masing dan kepercayaannya itu dijamin sepenuhnya oleh negara yang
berdasar atas ketuhanan Yang Maha Esa.
10)
Dalam
rangka mempertahankan kemerdekaan, setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha bela negara.
11)
Dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran. Dalam hal ini pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pengajaran Nasional yang diatur dengan undang-undang.
3.
Norma-norma dalam sila kedua
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam
kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya
perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi
suatu kesadaran sikap luhur yang dikehndaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.
Pada dasarnya manusia cenderung untuk memelihara hubungan dengan
tuhan, masyarakat dan alam sekitarnya yang selaras. Jadi, manusia berusaha
untuk menjalin hubungan yang bersifat vertical ( Tuhan ) dan bersifat horisontal
( masyarakat ) dan hubungan vertical horizontal ( dalam lingkungan alam )
secara seimbang, selaras, serasi berbagai penyesuaian, adaptasi dilakukan oleh
manusia agar mampu mempertahankan eksistensinya. Kesadaran tentang hubungan
yang ideal demikian menumbuhkan kepatuhan terhadap aturan-aturan, kaidah/
norma.
Sebagai filsafat bangsa, pancasila mengandung nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia yang kemudian nilai tersebut dituangkan dalam UUD 1945. Dan
secara tegas dinyatakan sebagai dasar ideologi negara Republik Indonesia
artinya pancasila dipakai sebagai dasar untuk mengatur dan menyelenggarakan
tata pemerintahan negara Indonesia.
Atas dasar norma-norma dasar yang terkandung dalam pancasila dan
UUD 1945 inilah akan dicapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang
adil dan makmur material dan spiritual berdasarkan pancasila.
Norma yang terkandung dalam sila kedua :
a.
Negara
mengakui adanya hak bagi tiap-tiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri.
b.
Negara
mengehendaki setiap manusia Indonesia
untuk memperlakukan manusia secara adil, tidak sewenang-wenang sebagai sifat
bangsa yang sudah tinggi nilai kehidupan.
c.
Negara mengakui adanya hak bagi setiap manusia
untuk diperlakukan secara sama dan sederajat.
d.
Negara menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan
kedudukan dalam hukum dan pemerintah secara sama dan memberikan kewajiban
kepada tiap warga negara untuk menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan yang
ada.
4.
Kasus-kasus yang sesuai atau melanggar dengan sila kedua
a.
Kasus-kasus
yang sesuai dengan sila kedua
1)
Menjadi
Guru sebagai pendidik harus mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan
persamaan kewajiban antara semua peserta didiknya. Bahkan, guru harus sungguh
menghargai pribadi peserta didik karena pertumbuhan dan perkembangan pribadi
para peserta didik inilah yang dipercayakan kepada guru atau pendidik untuk
dibantu atau dibimbing atau diantarkan agar menjadi orang-orang yang siap dan
percaya diri dalam menghadapi hidup, melakukan tugas-tugas hidup, dalam rangka
mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Guru atau pendidik wajib mencintai peserta
didiknya, dalam arti ia harus bekerja demi keselamatan dan kemajuan para
peserta didiknya. Oleh karena itu, guru atau pendidik harus menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.[3]
2)
Menjadi
bendahara dalam organisasi artinya sebagai orang yang beradab (yang menyebabkan
ia telah dipercaya sebagai bendahara) ia akan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, terutama kejujuran, ketelitian, mencintai kebenaran, bertanggung
jawab, dan sebagainya.[4]
b.
Kasus-kasus
yang melanggar sila kedua
1)
Kekerasan
terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan, atau
pengabaian terhadap anak. Kasusn kekerasan terhadap anak ini sangat miris untuk
didengar oleh telinga kita sebagai warga Indonesia. Tentu hal ini telah
melenceng dari sila kedua pancasila yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Karena dalam sila kedua terkandung nilai-nilai humanistis yang harus kita
terapkan pada segala aspek kehidupan.
2)
Hutang
ciptakan ketidak adilan bagi rakyat miskin upaya pemerintah untuk memenuhi
kewajiban pembayaran hutang yang dinilai sudah mencapai taraf yang membahayakan
karena telah memunculkan ketidak adilan bagi rakyat kecil pembayar pajak.
Pasalnya saat ini penerimaan pajak baik dari pribadi maupun dari pengusaha
digencot untuk bisa membayar pinjaman, termasuk hutang yang di kemplang
pengusaha hitam oblikgor Bantuan Liquitditas Bank Indonesia (BLBI). Hal ini
berarti rakyat kecil pembayar pajak seakan dipaksa menyupsidi pengusaha kaya
pengemplang BLBI. Akibatnya kemampuan penerimaan negara dari pajak justru kian
berkurang untuk program peningkatan pembayar pajak seperti jaminan sosial,
pendidikan, dan kesehatan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bangsa
Indonesia telah memiliki landasan dasar negara yaitu pancasila yang telah
disepakati dengan proses perumusan yang tidak mudah. Dan “ Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab “ menjadi landasan dasar negara Indonesia sebagai sila kedua.
Dengan sila
kemanusiaan yang adil dan beradab sikap
dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang berbudi,
sadar nilai dan berbudaya. Kemudian setiap warga negaranya mempunyai kedudukan
yang sama terhadap undang-undang Dasar, mempunyai kewajiban dan hak-hak yang
sama; dan dijamin atas kemerdekaan kebebasannya yang menyangkut dengan Tuhan,
dengan orang seorang dengan masyarakat dan negara. Untuk mencapai kehidupan
yang layak atau sesuai dengan hak-hak dasar manusia.
Norma dalam
sila kedua menyadarkan bahwa perlunya pengendalian diri bukan hanya terhadap
Tuhan tetapi juga dengan manusia beserta lingkungannya. Kesadaran tentang
hubungan yang ideal demikian menumbuhkan kepatuhan terhadap aturan-aturan,
kaidah maupun norma. Sila kedua juga menyadarkan bahwa sebagai warga negara
Indonesia kita harus bersikap adil didalam kehidupan bermasyarakat yang sesuai
dengan adan dan etika yang ada.
Setelah ditetapkannya pancasila sebagai
landasan negara didalam UUD 1945 banyak hal-hal yang berlangsung sesuai dengan
sila-sila didalam pancasila akan tetapi banyak juga hal-hal yang menyimpang
dari sila-sila tersebut. Sebagai bangsa Indonesia yang sudah merdeka, terus
meningkatkan kesadaran warganya guna tercapainya tujuan ditetapkannya landasan
dasar negara tersebut atau yang disebut dengan pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. Pendidikan Pancasila.Yogyakarta: Paradigma. 2014
Kaelan, dan Achmad Zubaidi. Pendidikan kewarganegaraan.
Yogyakarta: Paradigma. 2012
http://bp3ipjakarta.ac.id/attachments/article/609/pendidikankewarganegaraan. Bab IV.13 halaman
Roestandi,
Achmad. Pendidikan pancasila. Bandung: CV. Armico. 1988
Wreksosuhardjo,
Sunarjo. Filsafat Pancasila secara Ilmiah dan Aplikasi. Yogyakarta:
Andi. 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar